Kalau bukan karena cinta, buat apa kita bangun pagi-pagi, memimpin syuro dibalik hijab, saat yang lain masih menikmati dinginnya pagi dibalik selimut.
Kalau bukan karena cinta, buat apa kita rela, malam–malam menelusuri setiap sudut papan pengumuman untuk menempelkan pamflet agenda dakwah, saat yang lain sudah bermimpi indah.
Kalau bukan karena cinta, buat apa kita rela memakai uang kiriman bulanan untuk membiayai agenda dakwah, saat kebutuhan yang lain menggoda untuk dipenuhi.
Kalau bukan karena cinta, buat apa kita rela menawarkan dakwah ini dari pintu ke pintu, sedangkan amanah orang tua, jauh–jauh datang untuk kuliah.
Cinta … tegakah kau mengkhianatinya ?
Kalau bukan karena cinta, maka lidah ini hanya akan membisu, kelu. Tiada kata terucap. Tiada getaran di tenggorokan yang menyebarkan gema indah dalam tabung pita-pita suara. Hanya kelu dan bisu yang menyapu seluruh suasana kelabu. Mungkin sendu. Mungkin juga pilu.
Kalau bukan karena cinta, tentu hanya logika yang bekerja. Tiada rasa. Tiada perasaan. Tiada emosi. Semua diukur dalam pandangan pragmatis belaka. Melihat siapa yang untung dan siapa yang buntung. Asalkan bukan diri yang mengukir rugi, semua bisa diambil. Tiada visi dengan hati. Hanya sekedar obsesi dengan tujuan materi.
Kalau bukan karena cinta, tentu lidah ini akan setajam pisau. Menyayat hati tanpa rasa bersalah dan empati. Tentu sudah banyak caci dan makian mengguncang dunia. Tentu banyak telinga yang merah dan wajahnya. Tentu banyak ungkapan batu yang keras dan pedas. Kasarnya kata juga selalu biasa. Karenanya kelembutan tercipta dalam ramah dan tamah kepada siapa yang memberi sumpah dan serapah sampah.
Kalau bukan karena cinta, tentu tangis terus menggema di seluruh penjuru angkasa. Ribuan nyawa mengaku berputus asa dan obatnya adalah memutus nyawa. Jutaan bahkan milyaran manusia lapar hanya masuk berita pagi dan sorenya artis cerai. Koran-koran dan tivi dipenuhi berita pernikahan anaknya si anu.
Cinta…
Kalau bukan karena cinta, tentu tidur adalah aktifitas paling membanggakan semua ummat. Tiada perlu empati pada manusia. Tiada perlu simpati. Tidak perlu merasa bertanggung jawab akan situasi diri dan negeri. Tinggal duduk menanti ajal menyapa di kala terbuai mimpi. Menjadi manusia apatis yang sesekali meringis membaca kisah-kisah sok romantis. Tidak perlu baju rapi necis nan klimis sekedar menyedapkan hari-hari senin dan kamis.
Kalau bukan karena cinta, buat apa nonton berita Palestina. Bukannya ada film Amerika? Buat apa pula mencari kabar dari Sudan, Somalia, Ethiopia, Moro, Thailand, Iraq, Iran, Khasmir, Chechnya, Pakistan, Mesir dan Indonesia. Bukankah Inggris, Perancis dan Jepang sudah cukup membuat pikiran menjadi lapang?
Kalau bukan karena cinta, kenapa kita masih dijalan dakwah ini ?
0 komentar:
Posting Komentar