Tuli Mengancam Kaum Muda


Menurut penelitian, ketulian menyerang orang makin dini. Penyebabnya adalah gaya hidup modern, seperti mendengarkan musik melalui earphone.

Angka 110 menunjukkan ukuran intensitas pendengaran atau audiogram. Untuk orang dengan pendengaran normal, audiogramnya terletak antara nol dan 20 desibel.. Di atas angka itu, artinya kondisi telinga sudah tidak beres.

Kebiasaan mendengarkan musik dengan alat yang langsung disumpalkan ke telinga (earphone) yang menjadi tren di kalangan anak muda masa kini membuat prihatin.

Apalagi lingkungan sekarang tak bebas dari kepungan suara bising: rumah dengan suara berbagai peralatan elektronik, jalan raya yang penuh kendaraan bermotor, tempat-tempat hiburan dengan musik keras, dan pabrik yang penuh geraman mesin.

Menurut hasil penelitian Jenny Bashiruddin, yang juga ahli THT, efek bising ini memang luar biasa. ¨Tak ada yang menyadari, misalnya, pusat permainan anak-anak di mal juga sumber bising berbahaya, karena tingkat kebisingannya mencapai 90-95 desibel,¨ kata Jenny, yang melakukan penelitian efek bising di berbagai tempat selama 2007.

Dengan tingkat suara setinggi itu, anak-anak seharusnya hanya boleh tinggal satu-dua jam. Jika lebih lama dari itu, akan terjadi kelelahan koklea (rumah siput), yang berperan penting dalam proses pendengaran. Kelelahan koklea yang terjadi terus-menerus dan tak segera ditangani dapat menyebabkan gangguan pendengaran menetap. Menurut Jenny, makin sering dan lama diserbu kebisingan, makin cepat berkurang masa seseorang mampu mendengar secara normal.

Alhasil, tuli pun makin dini menyerang orang.
Ini rupanya menjadi kecenderungan global. Di Amerika Serikat, melalui penelitian lebih komprehensif, telah disimpulkan bahwa pendengaran sekitar 5,2 juta anak berusia 6-19 tahun terganggu gara-gara terlalu sering terpapar musik keras akibat pemakaian Walkman dan iPod, kebiasaan menikmati televisi ukuran jumbo dengan suara menggelegar, atau pergi ke klub joget dengan musik tekno ajib-ajib.

Para ahli kesehatan di sana memperkirakan anak-anak iPod generation ini bakal lebih awal mengalami presbiakusis (tuli karena usia lanjut), yakni pada usia 40-an tahun
. Padahal, secara normal, pengurangan kualitas pendengaran baru terjadi saat menginjak usia 60-70 tahun. Kondisi Indonesia pun tidak jauh berbeda. Apalagi makin banyak saja orang wira-wiri dengan kabel bersumpal ¡¨tertancap¡¨ di telinga.

Menurut Damayanti Soetjipto, ahli THT dari Rumah Sakit MMC, Jakarta Selatan, paparan bising merupakan salah satu penyebab ketulian di Indonesia, yang kasusnya mencapai 0,4 persen dari total jumlah penduduk. Penyebab lainnya adalah congek, serumen (kotoran telinga), obat-obatan, usia lanjut, tuli sejak lahir, dan tuli mendadak. ¨Sebenarnya sebagian bisa dicegah, tapi kesadaran masyarakat soal ini masih rendah,¨ katanya.

Untuk mendongkrak kesadaran masyarakat itu, Komisi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian dibentuk dan diresmikan Sabtu dua pekan lalu di Jakarta . Damayanti, yang menjabat sebagai ketua, menerangkan komisi nasional ini dibentuk atas rekomendasi lembaga regional yang dibentuk Badan Kesehatan Dunia (WHO), Sound Hearing 2030.
Tujuan utamanya mengurangi kasus gangguan pendengaran dan ketulian hingga 50 persen pada 2015, dan 90 persen dalam 15 tahun berikutnya.

Masalahnya, kebisingan belum dianggap sebagai ancaman serius. Bising malah dianggap keren.. Beberapa aktivitas kehidupan modern identik dengan kebisingan. Konser-konser musik digelar dengan sound system makin canggih. Tengok juga sejumlah kafe dan diskotek serta berbagai tempat nongkrong anak muda yang bertebaran di penjuru kota . Juga jalan raya yang makin semrawut dan bising. Itu semua masih ditambah dengan hobi mendengarkan musik dengan earphone. Sepertinya, makin bising makin keren. Tapi, jika sudah tuli, pasti tidak lagi keren.

Suara Mengalir Sampai Jauh
1. Saat suara masuk, tulang-tulang pendengaran bergetar.
2. Suara lalu diteruskan ke koklea (rumah siput), yang terletak di bagian tengah telinga.
3. Pada koklea terdapat sel-sel rambut yang berfungsi menangkap rangsangan atau frekuensi suara.
4. Sel rambut juga berfungsi mengubah energi akustik menjadi rangsang listrik untuk dapat diteruskan ke pusat persepsi pendengaran di otak.
Suara berfrekuensi lebih dari 80 desibel dapat membuat sel-sel rambut mengalami kelelahan.
·         Sel-sel rambut yang sering lelah lama-kelamaan rusak.
·         Kerusakan pada sel rambut menyebabkan terganggunya proses mendengar. Akibatnya, terjadi penurunan fungsi pendengaran.
·         Pada awalnya, penurunan fungsi pendengaran hanya bersifat sementara, tapi bila paparan bising berlangsung terus, kerusakan akan permanen.


Batas Intensitas Kebisingan
Lama Pemaparan
Ruangan tenang : 30-40 desibel
80 dB
16*
Percakapan normal : 65 desibel
85 dB
8*
Pengisap debu, televisi : 60-70 desibel
90 dB
4*
Walkman/iPod : 96 desibel
95 dB
2*
Arena bermain anak di mal : 90-95 desibel
100 dB
1*
Diskotek atau klub malam : 100-120 desibel
105 dB
1/2*
Orkes simfoni : 110 desibel
110 dB
1/4*
Konser music : rock 110-140 desibel
115 dB
1/8*

0 komentar:

Posting Komentar