Sejak masuk Islam, Umarlah yang memprakarsai era keterbukaan dalam dakwah. Dialah yang menancapkan tonggak Al-Faruq (pembeda antara yang hak dan bathil). “Kami semua senantiasa mulia sejak Umar masuk Islam,” kenang Ibnu Mas’ud sebagaimana diriwayatkan Al-Bukhari.
Ibnu Mas’ud menambahkan, “Masuknya Umar dalam Islam adalah pembukaan. Hijrahnya adalah kemenangan, kekuasaannya adalah rahmat. Sungguh kami menyadari diri kami sebelumnya tidak mampu melaksanakan shalat di Ka’bah hingga Umar masuk Islam. Ketika masuk Islam, ia memerangi mereka dan membiarkan kami shalat.”
Shuhaib bin Sinan juga berkomentar, “Ketika Umar bin Al-Khathab masuk Islam, dakwah Islam muncul dan diserukan secara terang-terangan. Kami menjadi leluasa duduk melingkar dan berthawaf di Ka’bah. Kami juga tertolong dari siapa saja yang berlaku kasar kepada kami.”
Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Umar bin Al-Khathab meminta izin kepada Rasulullah, sementara itu dalam majelis beliau banyak sekali wanita-wanita Quraisy yang bicara kepada beliau dengan suara keras yang melebihi suara beliau. Ketika Umar bin Al-Khathab meminta izin masuk, maka mereka bangkit dan buru-buru mengenakan hijab (penutup seluruh tubuh) kemudian Rasulullah mengizinkannya masuk, maka Umar masuk sementara Rasulullah tertawa, maka ia berkata, ‘Semoga Allah membukakan gigimu (untuk tertawa) wahai Rasulullah.”
Nabi Saw bersabda, “Aku kagum dengan wanita-wanita yang berada dalam majelisku ini, tatkala mereka mendengar suaramu maka dengan cepat mengenakan hijabnya.”
Umar berkata, “Padahal engkau paling berhak ditakuti oleh mereka, wahai Rasulullah.” Kemudian Umar melanjutkan, “Wahai musuh-musuh diri kalian sendiri, apakah kalian takut kepadaku dan tidak takut kepada Rasulullah Saw?”
Mereka menjawab, “Ya, sebab engkau lebih tajam (kata-katanya) dan lebih keras dari Rasulullah Saw.”
Nabi Saw bersabda, “Sudahlah wahai putra Al-Khathab, Demi Dzat yang jiwaku ada pada-Nya, tidaklah syetan bertemu denganmu berjalan pada suatu jalan yang sama kecuali ia mencari jalan selain jalanmu.” (HR Bukhari-Muslim).
Kemuliaan Umar tak hanya ada pada keberaniannya, tetapi juga pada kebenaran dirinya. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.” (HR At-Tirmidzi).
Ketika kebenaran berada pada lisan dan hatinya, ia menepati Tuhannya lebih dari satu permasalahan. Umar pernah berkata, “Aku menepati Tuhanku pada tiga permasalahan. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, andaikan kita menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat,’ maka turunlah ayat, “…dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim tempat shalat…” (QS Al-Baqarah: 125).
Peristiwa kedua adalah turunnya ayat tentang hijab, aku (Umar) berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya engkau memerintahkan istri-istrimu untuk menutup tubuh (mengenakan hijab) sebab yang berbicara dengan mereka adalah orang baik dan juga orang yang keji,” maka turunlah ayat tentang hijab.
Ketiga adalah ketika istri-istri beliau berkumpul karena sifat cemburu terhadap beliau, maka aku (Umar) berkata, “Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.” (QS At-Tahrim: 125), maka turunlah ayat ini.’
Ibnu Mas’ud menambahkan, “Masuknya Umar dalam Islam adalah pembukaan. Hijrahnya adalah kemenangan, kekuasaannya adalah rahmat. Sungguh kami menyadari diri kami sebelumnya tidak mampu melaksanakan shalat di Ka’bah hingga Umar masuk Islam. Ketika masuk Islam, ia memerangi mereka dan membiarkan kami shalat.”
Shuhaib bin Sinan juga berkomentar, “Ketika Umar bin Al-Khathab masuk Islam, dakwah Islam muncul dan diserukan secara terang-terangan. Kami menjadi leluasa duduk melingkar dan berthawaf di Ka’bah. Kami juga tertolong dari siapa saja yang berlaku kasar kepada kami.”
Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Umar bin Al-Khathab meminta izin kepada Rasulullah, sementara itu dalam majelis beliau banyak sekali wanita-wanita Quraisy yang bicara kepada beliau dengan suara keras yang melebihi suara beliau. Ketika Umar bin Al-Khathab meminta izin masuk, maka mereka bangkit dan buru-buru mengenakan hijab (penutup seluruh tubuh) kemudian Rasulullah mengizinkannya masuk, maka Umar masuk sementara Rasulullah tertawa, maka ia berkata, ‘Semoga Allah membukakan gigimu (untuk tertawa) wahai Rasulullah.”
Nabi Saw bersabda, “Aku kagum dengan wanita-wanita yang berada dalam majelisku ini, tatkala mereka mendengar suaramu maka dengan cepat mengenakan hijabnya.”
Umar berkata, “Padahal engkau paling berhak ditakuti oleh mereka, wahai Rasulullah.” Kemudian Umar melanjutkan, “Wahai musuh-musuh diri kalian sendiri, apakah kalian takut kepadaku dan tidak takut kepada Rasulullah Saw?”
Mereka menjawab, “Ya, sebab engkau lebih tajam (kata-katanya) dan lebih keras dari Rasulullah Saw.”
Nabi Saw bersabda, “Sudahlah wahai putra Al-Khathab, Demi Dzat yang jiwaku ada pada-Nya, tidaklah syetan bertemu denganmu berjalan pada suatu jalan yang sama kecuali ia mencari jalan selain jalanmu.” (HR Bukhari-Muslim).
Kemuliaan Umar tak hanya ada pada keberaniannya, tetapi juga pada kebenaran dirinya. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.” (HR At-Tirmidzi).
Ketika kebenaran berada pada lisan dan hatinya, ia menepati Tuhannya lebih dari satu permasalahan. Umar pernah berkata, “Aku menepati Tuhanku pada tiga permasalahan. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, andaikan kita menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat,’ maka turunlah ayat, “…dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim tempat shalat…” (QS Al-Baqarah: 125).
Peristiwa kedua adalah turunnya ayat tentang hijab, aku (Umar) berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya engkau memerintahkan istri-istrimu untuk menutup tubuh (mengenakan hijab) sebab yang berbicara dengan mereka adalah orang baik dan juga orang yang keji,” maka turunlah ayat tentang hijab.
Ketiga adalah ketika istri-istri beliau berkumpul karena sifat cemburu terhadap beliau, maka aku (Umar) berkata, “Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.” (QS At-Tahrim: 125), maka turunlah ayat ini.’
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni
0 komentar:
Posting Komentar